KORANMANDALA.COM – Yusuf Wibisono, Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), mengungkapkan penyebab bantuan sosial atau bansos rentan dipolitisasi.
Hal itu mencerminkan politik gentong babi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi dalam upaya memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Yusuf mengemukakan bahwa program-program bantuan sosial memiliki potensi pengaruh elektoral yang signifikan.
Dengan jumlah penerima manfaat mencapai 22 juta keluarga miskin dan rentan miskin, program bantuan sosial berpotensi mempengaruhi sekitar 62 juta calon pemilih, yang merupakan sekitar 30 persen dari total pemilih.
Contohnya, Program Keluarga Harapan (PKH) memiliki 10 juta keluarga penerima manfaat, sementara Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau bantuan sembako dan beras memiliki 22 juta keluarga penerima manfaat.
Dari 22 juta keluarga penerima manfaat bantuan sosial, sekitar 60 persen atau 13 juta keluarga berasal dari Jawa, yang merupakan medan tempur utama dalam pemilihan presiden.
Data menunjukkan bahwa provinsi-provinsi penentu utama dalam pemilihan presiden memiliki penerima bansos terbanyak, seperti Jawa Timur dengan 4,2 juta keluarga penerima manfaat, Jawa Barat dengan 3,7 juta, Jawa Tengah dengan 3,5 juta, Sumatera Utara dengan 1,17 juta, dan Banten dengan 842 ribu.
Konsep politik gentong babi, yang dijelaskan sebagai penggunaan uang negara dalam berpolitik, juga diperbincangkan.
Politik gentong babi, yang awalnya muncul pada masa perbudakan di Amerika Serikat, kini merujuk pada penggunaan uang negara, termasuk bantuan sosial, untuk mendapatkan dukungan politik dari publik.
Dalam konteks Indonesia, ini dapat terlihat dalam distribusi bansos oleh politisi untuk mencapai dukungan politik dari rakyat miskin, yang seolah dianggap sebagai tindakan baik dari politisi tersebut.- ***