KORANMANDALA.COM – Todung Mulya Lubis, Ketua Tim Demokrasi Keadilan (TDK) Ganjar-Mahfud, menyatakan bahwa Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mendukung wacana hak angket mengenai dugaan kecurangan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Todung menyatakan, penekanan dari rencana penggunaan hak angket yang akan dilakukan oleh partai politik (parpol) pendukung pasangan calon nomor 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, adalah untuk mengungkap dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang diduga terjadi sebelum, saat, dan setelah pencoblosan.
Dia menegaskan bahwa hak angket tidak dimaksudkan untuk memicu pemakzulan. Ia juga menjelaskan bahwa Ibu Megawati tidak berniat untuk menggoyahkan pemerintahan hingga 20 Oktober 2024, dan tidak memerintahkan para menteri dari PDI Perjuangan untuk mengundurkan diri.
Todung juga mengklaim bahwa partai yang diketuai oleh Megawati dan berlambang banteng moncong putih tidak bertujuan untuk melakukan pemakzulan terhadap presiden melalui hak angket. Menurutnya, hak angket DPR dimaksudkan untuk mengungkap dan mengoreksi dugaan kecurangan yang terjadi.
Dia menjelaskan bahwa proses pemakzulan adalah hal yang berbeda dan terpisah dari penggunaan hak angket. Namun, jika hasil dari penyelidikan menggunakan hak angket menjadi dasar untuk memulai proses pemakzulan, itu akan menjadi masalah lain. Saat ini, hak angket tidak memiliki keterkaitan langsung dengan upaya pemakzulan.
Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud ini menyoroti bahwa dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 terjadi sejak masa pra pencoblosan hingga setelah pencoblosan. Pada tahap pra pencoblosan, ada intervensi yang membuat proses kekuasaan menjadi tidak netral, yang tercermin di media massa dan media sosial. Selain itu, ada dugaan politisasi bansos yang sangat masif, meskipun sebelumnya hal tersebut tidak pernah terjadi.
Todung menekankan bahwa jumlah bansos yang dibagikan sangat besar, mencapai Rp 496,8 triliun. Menurut para ahli psikologi politik yang dikutipnya, ada korelasi antara perilaku pemilih dan politisasi bansos. Diktat dari para patron penguasa, seperti bupati, camat, kepala desa, dan pemuka agama, juga memiliki pengaruh besar terhadap sikap pemilih.
“Dalam masyarakat yang cenderung paternalistik seperti Indonesia, apa yang dikatakan oleh para patron tersebut akan sangat memengaruhi sikap pemilih,” pungkasnya.- ***