KORANMANDALA.COM – Hari pertama rapat pleno rekapitulasi hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dicecar soal karut marut Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap)
Saksi dari pasangan calon nomor urut 1 dan nomor urut 3 secara bersama-sama menyuarakan ketidakpuasannya terhadap ketidakakuratan pembacaan hasil pemungutan suara di Sirekap.
“Banyak teman-teman saya juga dari paslon nomor 1, dari koalisi pendukung, jadi gila suaranya itu, dari 20.000 suara tinggal 500, dari 281.000 suara jadi nol, itu akibat aplikasi Sirekap seolah-olah aplikasi tersebut bermain-main,” kata Mirza Zulkarnain, saksi dari pasangan Anies-Muhaimin, Rabu 28 Februari 2024.
Selain menyoroti penurunan drastis dalam jumlah suara, Mirza juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kesenjangan antara jumlah suara yang tercatat di masing-masing Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang seharusnya ada di TPS tersebut.
Dia menjelaskan bahwa meskipun aplikasi Sirekap memperlihatkan jumlah DPT yang seharusnya, namun jumlah suara yang tercatat di lapangan bisa jauh melebihi DPT yang terdaftar, bahkan mencapai angka yang sangat tidak realistis.
Mirza mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirim surat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan salinan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), meminta agar dilakukan audit terhadap teknologi informasi aplikasi Sirekap.
Namun, surat tersebut tidak mendapatkan balasan dari KPU.
Mirza menyatakan bahwa informasi yang diterima dari pihak Anies-Muhaimin menunjukkan adanya kelemahan dalam aplikasi tersebut, sehingga audit diperlukan untuk memeriksa keandalannya.
Saksi dari pasangan Ganjar-Mahfud. Al Munandir, juga mengkritik KPU terkait penggunaan aplikasi Sirekap dalam proses rekapitulasi suara.
Saksi tersebut menyoroti kebingungan yang terjadi karena beberapa pihak menyatakan bahwa aplikasi tersebut menjadi dasar rekapitulasi, sementara yang lain mengatakan sebaliknya.
Al Munandir juga mempertanyakan mengapa peserta pemilu tidak dilibatkan dalam proses sinkronisasi data yang dianggapnya sangat penting.
Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, menjelaskan bahwa proses rekapitulasi suara dilakukan berdasarkan formulir C yang berisi hasil penghitungan suara di setiap TPS, bukan data yang tercatat di aplikasi Sirekap.
Dia menegaskan bahwa proses rekapitulasi dimulai dari tingkat kecamatan menggunakan formulir C yang diperoleh dari TPS. Oleh karena itu, jika terdapat ketidaksesuaian data, maka data dari formulir C menjadi rujukan utama.- ***