KORANMANDALA.COM – Ratusan mahasiswa dari Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menggeruduk Balai kota Bandung di jalan Wastukencana no 2, Kamis 29 Februari 2024.
Ketua PMII Kota Bandung Ilham Akbar Zaini menyebutkan, datangnya ratusan PMII ke kantor Wali Kota Bandung ini lantaran Pemkot Bandung gagal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat kota Bandung, salah satu dalam kebutuhan pangan.
Kata dia, melihat fenomena saat ini dinama harga beras di pasar makin melambung tinggi. Padahal beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat.
“Setidaknya dalam 1-2 pekan terakhir, bahkan beberapa kali memecahkan rekor. Hal ini terjadi bukan hanya pada beras premium, tetapi juga beras medium,” kata Ilham saat dijumpai di lokasi Kamis 29 Februari 2024.
Berdasarkan data Panel Harga Badan Pangan, pada Minggu, 25 Februari 2024
Semula harga beras medium Rp. 9.000-Rp. 10.000/kg. Sesuai pemantauan ternyata harga naik pelan-pelan hinggasekarang pada Rabu, 28 Februari 2024 menyentuh angka Rp.13.000 – Rp. 14.000/kg.
Sedangkan beras premium, sebelumnya berada di kisaran Rp.12.000 – Rp. 14.000/kg
Namun merangkak terus sampai di harga Rp.17.000 – Rp. 18.000/kg.
Adapun untuk harga sekarung beras medium kini sudah Rp. 700.000 di pasar induk dan beras premium sekarungnya Rp. 800.000.
“Kenaikan harga pangan dalam bentuk beras ini merupakan kenaikan tertinggi dari harga sebelum-sebelumnya,” ucapnya.
Ditambah kata dia, yang paling konyol adalah solusi dari penyelesaian harga beras.
Pemerintah memutuskan untuk menambah kuota penugasan impor beras tahun ini kepada Perum Bulog sebanyak 1,6 juta ton, setelah menugaskan impor sebanyak 2 juta ton pada akhir tahun 2023 lalu.
Padahal, di awal tahun ini, Bulog masih harus merealisasikan pemasukan 500.000 ton beras impor.
Ini adalah bagian dari penugasan kepada Bulog untuk impor tahun 2023 yang mencapai 3,5 juta ton.
Jika importasi ini diselesaikan sepenuhnya oleh Bulog sampai akhir tahun 2024 nanti, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan cetak rekor baru impor beras terbanyak. Yakni, mencapai 4,-5 juta ton beras.
“Pemerintah seharusnya mampu merealisasikan amanat Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Kedaulatan Pangan Nasional dan Undang-ndang Nomor 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani,” ujarnya.
“Kembalikan kedaulatan pangan pada petani dalam menyelesaikan permasalahan pangan nasional, bukan malah mengambil jalan pintas dengan mengimpor beras,” tambahnya.
Selanjutnya dalam perjalanan kenaikan harga beras di Kota Bandung, Pemerintah, melalui Pj. Walikota dan kepanjangan tangannya Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Perdagangan Industri dan Bulog yang melakukan kegiatan SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) dirasa kurang efektif dalam menyelesaikan permasalahan ini, dikarenakan tidak adanya transparansi penyaluran beras bulog ke pasar tradisional, pasar modern dan kegiatan SPHP, dan tidak jelasnya sasaran secara objektif pada warga Kota Bandung. (Dwi)