KoranMandala.com – Wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) dengan calon tunggal marak di wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, seperti Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Selatan, dan Kabupaten Bangka Tengah. Melawan kotak kosong dalam pilkada menjadi tren saat ini.
Dosen Ilmu Politik di Universitas Bangka Belitung dan peneliti di Yayasan Kapong Sebubong Indonesia, Ranto, menyebut skenario kotak kosong dalam pilkada sengaja diciptakan oleh elit politik untuk menyingkirkan kandidat lain.
“Dalam situasi ini, terdapat konspirasi di antara elit politik untuk menyingkirkan kandidat lain agar memenangkan pemilu dengan mudah,” ujar Ranto pada Jumat, 9 Agustus 2024.
ia menjelaskan bahwa upaya untuk menciptakan kotak kosong sebagai peserta pemilu biasanya terjadi jika ada kandidat yang sangat kuat, baik dengan cara tetap dicalonkan maupun tidak dicalonkan sama sekali.
“Jika ada kandidat yang mendominasi elektabilitas, kemungkinan besar tidak ada kandidat lain yang mau bersaing,” tambahnya.
Namun, Ranto menambahkan bahwa tidak semua kandidat yang mendominasi elektabilitasnya akan dicalonkan.
Ada juga kecenderungan untuk menyingkirkan kandidat dengan elektabilitas tinggi agar penantang yang lebih lemah bisa memenangkan kompetisi politik tersebut.
“Jika ini terjadi, maka konspirasi elit politik ini sangat berbahaya dan mengancam proses demokratisasi yang kita jaga pasca Orde Baru,” katanya.
Menurut Ranto, awalnya skenario melawan kotak kosong muncul karena kekuatan salah satu kandidat yang tidak memiliki lawan seimbang. Namun, belakangan ini, fenomena melawan kotak kosong dimanfaatkan untuk menyingkirkan kandidat potensial yang tidak disukai oleh elit politik dengan menguasai partai politik.
Aturan pilkada yang memberi ruang bagi kotak kosong, menurut Ranto, sering dimanfaatkan oleh elit politik untuk menciptakan kotak kosong tanpa ada pelanggaran hukum.
“Padahal, fenomena kotak kosong ini menunjukkan kegagalan proses rekrutmen politik yang seharusnya menjadi tanggung jawab partai politik,” jelasnya.
Ranto menyebut skenario kotak kosong sebagai bentuk pelecehan terhadap demokrasi, setelah praktik kolusi dan nepotisme. Demokrasi di tingkat lokal dibajak oleh elit politik, dan skenario melawan kotak kosong harus dihentikan karena merupakan konspirasi jahat.
“Jika fenomena melawan kotak kosong terus diperbolehkan oleh undang-undang pemilu kita, maka ini akan semakin merusak sendi-sendi demokrasi kita,” ujarnya.
Ranto menambahkan bahwa salah satu cara untuk menghentikan konspirasi jahat terhadap demokrasi ini adalah dengan melarang skenario melawan kotak kosong.
“Untuk jabatan eksekutif, mau tidak mau harus dijalankan oleh Penjabat Sementara sampai periode berikutnya. Dengan demikian, upaya pembajakan demokrasi oleh elit politik dapat diminimalisir sejak awal,” katanya.