KoranMandala.com – Ketua Komunitas Wartawan Senior (KWS) Jawa Barat, Imam Wahyudi atau yang akrab disapa Kang iW, menyampaikan kritik tajam terhadap kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menghadapi berbagai tantangan menjelang Pilkada Serentak 2024.
Menurut Kang iW, KPU saat ini tengah menghadapi situasi kritis yang ia ibaratkan sebagai “gagal ginjal,” sehingga membutuhkan “cuci darah” untuk memastikan tetap mampu menjalankan tugasnya secara sehat.
Mantan politisi sebuah partai politik di Bandung ini mengungkapkan bahwa KPU telah dua kali menghadapi situasi darurat yang memaksa mereka mengambil langkah cepat untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Baca Juga: KPU Jawa Barat Dorong Peningkatan Partisipasi Pemilih, Kembali Gelar Kirab Pilkada
Pertama, KPU harus menyesuaikan diri setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurunkan ambang batas parlemen dari 20%. Kedua, masalah yang lebih mendesak datang dari potensi adanya “kotak kosong” dalam Pilkada Serentak 2024.
“Ini seperti diagnosa tiba-tiba yang menyerang organ tubuh demokrasi. Dalam kondisi ini, KPU butuh terapi dalam waktu singkat untuk menyelamatkan nyawa demokrasi kita,” ujar Kang iW di Bandung, Jumat 3 September 2024.
“Kotak Kosong” dan Ancaman Demokrasi
Menurut Kang iW, ancaman “kotak kosong” yang terjadi di beberapa daerah dalam Pilkada Serentak 2024 dapat merusak makna kontestasi demokrasi.
Ia menyebutkan ada 41 daerah yang terdiagnosis mengalami potensi “kotak kosong,” termasuk satu provinsi, lima kota, dan 35 kabupaten. Salah satunya adalah Kabupaten Ciamis di Jawa Barat, di mana pasangan petahana, Herdiat Sunarya dan Yana D. Putra, diperkirakan akan unggul tanpa lawan.
Kang iW menjelaskan bahwa jika pasangan calon tunggal tidak berhasil mendapatkan 50% plus satu suara, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, maka potensi kemenangan “kotak kosong” semakin besar.
Ia pun merujuk pada pengalaman Pilkada Kota Makassar 2018, di mana “kotak kosong” berhasil menang melawan pasangan calon tunggal.
“Undang-undang memang mengatur soal ini, tetapi tidak tuntas dalam memberikan kepastian terkait keadilan dan kepatutan, terutama dalam konteks ‘kotak kosong’,” tegasnya.