Tak ubahnya partai politik, sekelompok pengusaha yang bernaung di bawah organisasi Kamar Dagang Indonesia (KADIN) baru baru ini melangsungkan Musyawarah Luar Biasa (Munaslub). Tujuannya tidak lain untuk mengganti ketua yang lama. Dalam bahasa populernya, telah terjadi coup d’Etat, penggulingan kekuasaan secara inkonstitusional.
Ketua lama, Arsjad Rasjid yang dipilih dalam suatu Kongres untuk menjabat Ketua Umum periode 2021-2026 dinyatakan bukan lagi sebagai Ketua Umum dalam Munaslub itu, kendati kepengurusannya baru akan berakhir 2 tahun mendatang. Munaslub yang dimotori oleh Nurdin Halid, pengusaha dan tokoh Golkar yang pernah berurusan dengan KPK dan mendekam di balik jeruji besi gara-gara penjualan minyak goreng, menunjuk Anindya Bakrie anak pengusaha dan tokoh Golkar Wahab Bakrie sebagai Ketua Umum yang baru.
Munaslub “terpaksa” diadakan, menyongsong pelantikan Presiden baru Prabowo Subianto tanggal 20 Oktober mendatang. Kepengurusan lama di bawah Arsjad Rasjid dianggap tidak tepat untuk mendampingi pemerintahan baru karena sang Ketua Umum adalah Ketua Timses Capres Ganjar yang kalah dalam pemilihan Presiden/Wakil, beberapa waktu yang lalu.
Baca Juga: Kubu Arsjad Rasjid Tolak Munaslub dan Anindya Bakrie Sebagai Ketua KADIN Indonesia
Pecah dan Terbelah
Munculnya Munaslub itu otomatis memecah keutuhah KADIN sebagai satu satunya induk organisasi dunia usaha. Kubu Arsjad Rasjid yang menganggap kepengurusannya sah dan konstitusional, berniat akan mengambil jalan hukum manakala jalan musyawarah tak berhasil ditempuh.
Mereka tentu akan mengajukan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) untuk menganulir hasil Munaslub yang tidak syah. Mungkin juga ke Pengadilan Perdata kalau mereka merasa dirugikan matriil maupun immateriil.
Akan halnya kepengurusan Anindya Bakrie, kini merasa “di atas angin”. Kabarnya, pemerintah mendukung dengan akan segera dikeluarkannya surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang baru yakni Supratman Andi Agtas yang berasal dari partai Gerinda itu.
Harus diakui bahwa permainan politik di induk organisasi dunia usaha yang telah berusia lebih dari setengah abad ini, telah memecah belah organisasi. Sebagian dari anggotanya tetap setia kepada Ketum yang lama sedang sebagian lagi berpihak kepada Ketum hasil Munaslub sambil mengharapkan kesempatan dan kemungkinan-kemungkinan baru.
Bagi mereka yang menjadikan KADIN sekedar sebagai alat atau batu loncatan, pemerintahan baru yang dibentuk oleh Prabowo sungguh menjanjikan.
Akibat “permainan” politik yang terjadi, dapat dipastikan bahwa kehidupan para anggota yang terdiri dari asosiasi-asosiasi bisnis yang mencakup semua sektor usaha menjadi sangat terganggu.
Mereka hanyut dalam suasana cemas, dipaksa memihak 2 kubu yang sedang bertengkar sehingga ketenangan serta kepastian untuk berusaha menjadi sirna. Sementara itu, keadaan dunia usaha kita tidak dalam keadaan baik-baik saja. Banyak masalah harus diatasi.
Sebagai organisasi yang mencakup BUMN-Koperasi-Swasta, bukan keuntungan sesaat saja yang harus dicari. KADIN juga harus turut memikirkan nasib bangsa dan negara. Ekspor pasir laut yang kembali dibuka oleh Pemerintah, sebagai contoh, seharusnya juga menjadi pemikiran bagi KADIN. Bukankah itu hanya akan menguntungkan negara Singapura ?
Jangan pula dilupakan, negara kita yang dikelilingi oleh laut tetapi masih mengimpor garam. Negara kita yang tanahnya amat subur, tetapi masih harus mengimpor cabe dari luar negeri.
Kapan Nusantara ini tidak lagi menjadi negara konsumtif ? Pertanyaan itu harus dijawab oleh KADIN***