KORANMANDALA.COM – Kabupaten Kuningan Jawa Barat dikenal sebagai daerah yang memiliki beragam tradisi dan seni budaya yang masih hidup dan terjaga.
Salah satunya adalah tradisi Saptonan yang digelar setahun sekali dalam rangkaian memeriahkan Hari Jadi Kuningan tanggal 1 September.
Konon, tradisi Saptonan itu digelar sejak jaman Kerajaan Belanda berkuasa di Indonesia. Kala itu para Kepala desa diwajibkan hadir untuk mengikuti rapat ‘mingguan’ yang dilaksanakan tiap hari Sabtu.
Seusai rapat dilanjutkan acara Saptonan di lapangan terbuka. Tradisi ini disebut Saptonan karena dilaksanakan pada hari Sabtu (basa Sunda : Saptu) artinya Saptuan atau Saptonan.
Tujuan digelarnya Saptonan ini, selain sebagai olahraga tradisional dan ketangkasan berkuda, juga sebagai media hiburan rakyat.
Ketangkasan berkuda dipertontonkan oleh para penunggang Kuda yang pesertanya adalah Kepala desa.
Para peserta wajib mengenakan atribut/pakaian adat Sunda. Lalu dari garis start peserta pun beraksi secara bergilir menurut nomor undian.
Saptonan ini sejenis olahraga tradisional unik. Setiap peserta memacu kudanya sambil membawa tongkat bambu 2,5 meter lalu menuju sasaran bidik berupa sebuah ember berisi air yang digantung di atas tiang bambu.
Bagi peserta yang berhasil mencoblos lubang di bawah ember, maka praktis air di dalam ember itu tumpah dan mengguyur penunggang kuda hingga basah kuyup.
Suasana pertunjukan pun semakin meriah. Ribuan penonton berjubel memadati lapangan terbuka.
Suasana semakin riuh ketika para penonton memberi applaus tepuk tangan meriah.
Musik tradisional kendang dan terompet menambah semarak acara ini, manakala Saptonan berlangsung.
Itulah sekilas tentang tradisi Saptonan di Kuningan. (*)