Koran Mandala -Kenaikan tarif ekspor sebesar 47 persen mulai dirasakan dampaknya oleh pelaku UMKM keramik gerabah di Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta. Para pengrajin yang selama ini mengandalkan pasar luar negeri, terutama kawasan Amerika, mulai kehilangan pesanan sejak awal tahun 2025.
“Biasanya dua bulan setelah pameran di Jakarta, pembeli dari mancanegara mulai memesan. Tapi sekarang belum ada kabar apa pun. Saya yakin ini karena tarif ekspor yang naik drastis,” ujar H Eman, salah satu pelaku ekspor keramik asal Desa Anjun, Sabtu 25 April 2025.
Jika kondisi ini bertahan hingga akhir tahun, Eman memprediksi akan kehilangan omzet hingga Rp500 juta akibat terhentinya ekspor ke Amerika. Dalam setahun, biasanya ia mengirim tiga kontainer keramik ke negara tersebut.
Lepas dari Lilitan Bank Emok, Emak-emak Sukajaya Bangkit Lewat UMKM
Untuk menyiasati kondisi ini, Eman mulai mengalihkan fokus ke pasar domestik agar aktivitas produksi tetap berjalan dan para pekerja tidak kehilangan mata pencaharian.
“Biasanya 70 persen untuk ekspor, sekarang dibalik, kami dorong penjualan lokal. Meski tetap tidak bisa menampung produksi sebanyak dulu. Kemarin pekerja sempat dirumahkan satu bulan, sekarang baru mulai aktif lagi, itupun tinggal enam orang,” ungkapnya.
Kepala UPTD Keramik Kecamatan Plered, Mumun Maemunah, membenarkan situasi ini dan mengatakan pihaknya mendorong para pelaku usaha untuk menggenjot pasar dalam negeri sembari menunggu regulasi tarif ekspor yang lebih berpihak kepada UMKM.
“Kami tidak bisa berbuat banyak selain mendukung agar produksi tetap berjalan lewat pasar lokal,” kata Mumun.
Berdasarkan data UPTD, volume ekspor keramik dari Plered sempat menurun pada 2023 menjadi lima kontainer setelah sebelumnya sembilan pada 2022. Namun, pada 2024 sempat meningkat lagi hingga 15 kontainer. Hingga April 2025, baru dua kontainer yang berhasil diekspor.
“Semoga pemerintah bisa meninjau ulang kebijakan ini agar ekspor keramik kembali normal,” harap Mumun.