KORANMANDALA.COM – Sering kali kita mendengar ada beberapa riwayat khususnya yang disandarkan kepada Nabi Shalallahu alaihi wa sallam terkait dengan hewan Qurban.
Riwayat tersebut menyebutkan bahwa hewan-hewan Qurban yang disembelih dapat menjadi kendaraan atau tunggangan orang yang berqurbannya di akhirat kelak.
Pernyataan tersebut seperti yang tertulis berikut ini.
“Perbaguslah hewan Qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath.”
Atau, ada juga penggalan lainnya, “Gemukkanlah hewan-hewan Qurban kalian, karena sungguh hewan itu adalah kendaraan kalian saat melewati shirath (jembatan) kelak.”
Sirath sendiri adalah sebuah jembatan atau titian penyebrangan yang akan dilalui oleh manusia di akhirat kelak yang nantinya akan menentukan kehidupan terakhir manusia, apakah di dalam surga atau neraka.
Berbicara tentang konteks riwayat hadits tentang hewan Qurban ini, apakah hadits tersebut valid dan bersumber dari Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam?
Ustadz Adi Hidayat menjawab dalam kanal YouTube resminya Adi Hidayat Official yang dilansir oleh Koran Mandala, Jum’at, 23 Juni 2023.
Menurut Ustadz Adi Hidayat, persoalan riwayat ini dinilai lemah oleh para ulama ahli hadits. Sebagai riwayat lemah, bahkan sebagian di antaranya tidak memiliki asal atau tidak bersumber dari Nabi Shalallahu alaihi wa sallam.
Sehingga, riwayat-riwayat itu disebut sebagai hadits-hadits yang bermasalah, karena tidak ditemukan kevalidannya.
Ibn Al Arabi Al Maliki menyebut hampir seluruh hadits-hadits yang terkait dengan keutamaan-keutamaan penyembelihan Qurban terkesan ‘berlebihan’, seperti halnya riwayat di atas yang tidak ditemukan kekuatannya.
Beberapa ulama lain mengomentari spesifik riwayat tersebut seperti Al Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Talhisul Khabir yang menyebut riwayat ni sangat lemah sekali.
Demikian halnya dengan As Sahwi pakar di bidang penelitian hadis juga senada dengan penelitian Ibnu Hajar Ibnu Hajar Al Asqalani.
Hal tersebut dikuatkan dengan beberapa ulama lain yang juga berpendapat bahwasanya hadits tersebut lemah.
Namun, ada yang menarik dari komentar para ulama tersebut. Sekalipun pandangan mereka menyebut bahwa riwayat-riwayat ini lemah bahkan pada sebagian riwayat yang lain tidak ada ketersambungan terhadap Rasullulah, sehingga disebut hadits palsu.
Yang menarik adalah boleh jadi perkataan-perkataan ini sesungguhnya bukan ingin menunjukkan maksud dari real aslinya yang menjadi kendaraan, tapi berupa majas atau kiasan.
“Ungkapan-ungkapan dalam bahasa Arab sering kali juga bisa bermakna kiasan,” ujar Ustadz Adi Hidayat.
Pernyataan dari Ustadz yang kerap disapa UAH ini dimaksudkan pada pengertian bahwa hewan-hewan
Qurban jika memang kita bisa mencari yang paling bagus dan yang paling baik, maka dimungkinkan pahalanya semakin banyak.
Dengan banyaknya pahala tersebut, maka berkesinambunan dengan kondisi di mana kelak umat muslim akan melewati jembatan shirath, sebab timbangan kebaikannya lebih berat yang kemudian memudahkan manusia melewatinya dengan lancar.
Allah Subhanahu berfirman dalam salah satu ayat Al Quran,
وَٱتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ٱبْنَىْ ءَادَمَ بِٱلْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ ٱلْءَاخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلْمُتَّقِينَ
Artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Maidah: 27)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa ketika kedua anak Adam diperintahkan untuk berqurban, maka yang diterima adalah salah satunya. Di mana Qurban yang diberikan adalah yang paling bagus, yang paling gemuk, dan yang paling indah.
Sementara, yang satunya lagi tidak mendapaat penerimaan karena memilih kualitas yang paling jelek dari hasil pemeliharaannya.
Maka, inilah yang dilihat yaitu kesungguhan seseorang dalam berqurban. Sebagaimana dalam surat Al Kautsar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, menjamin surga terbaik dengan segala keindahan nikmatnya.
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar: 1-3)
Allah perintahkan Nabi untuk bersyukur dengan memperbanyak shalat dan juga berqurban. Dalam surat Al Kautsar tersebut, hewan Qurban yang dimaksud merujuk pada sebuah unta.
Unta sendiri merupakan hewan yang paling bagus dan sangat baik untuk diqurbankan. Oleh karenanya, jika seorang muslim ingin berqurban, maka dengan anggaran yang bisa dikeluarkan carilah yang paling bagus hewannya.
Dari situ, yang bisa didapatkan adalah keikhlasan dalam berqurban yang menjadikan pahala berlipat. Ini adalah poin penting, sebab dengan pahala yang banyak itulah, diharapkan dapat menghantarkan ridha Alla Subhanahu Wa Ta’ala dan menutupi kesalahan serta dosa-dosa.
Sehingga kelak, seseorang dapat melewati titian shirath dengan mudah dan cepat.
Jika dihubungkan dengan riwayat yang menyebutkan bahwa hewan Qurban menjadi kendaraan di akhirat, UAH menyimpulkan mungkin bisa jadi inilah maksudnya. Hewan yang besar dan bagus tersebut dapat memperberat timbangan amal kebaikan di akhirat.
Ustadz Adi Hidayat juga mengingatkan bahwa yang sampai kepada Allah adalah ketakwaan dari seseorang yang berqurban. Hal tesebut seperti yang disampaikan Allah Ta’ala dalam Al Quran,
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Hajj: 37)
Demikian penjelasan mengenai riwayat tentang hewan Qurban sebagai kendaraan di akhirat. Semoga bermanfaat dan dapat menambah pemahaman kita. Wallahu a’lam bishowab. (*)