KORANMANDALA.COM – Rasulullah SAW berdiri untuk melepas tentara Islam yang akan melawan pasukan Romawi di Medan Perang Mutah. Ada tiga nama yang akan menjabat sebagai komandan pasukan secara berurutan.
“Kalian semua berada di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah,” ucapnya. Jafar bin Abu Thalib akan mengambil alih jika ia gugur, dan Abdullah bin Rawahah akan mengambil alih jika Jafar gugur lagi.
Lalu, Zaid bin Haritsah. Siapa sebenarnya Zaid bin Haritsah? Bagaimana penampilannya? Siapa yang disebut sebagai orang yang paling dicintai Rasulullah?
Ialah Zaid bin Haritsah, pemuda itu memiliki hidung yang agak pesek dan rambut pendek berwarna coklat kemerah-merahan. Ini seperti yang digambarkan oleh ahli sejarah dan riwayat.
Namun, dia memiliki sejarah hidup yang luar biasa. Haritsah, yang merupakan Ayahanda Zaid, telah menyiapkan mobil dan bekal untuk Suda, istrinya, yang sudah lama ingin mengunjungi keluarganya di kampung Bani Maan.
Dikutip dari buku biografi 60 Sahabat Nabi di halaman 265, ayah Zaid keluar untuk melepas keberangkatan istrinya, yang akan pergi, bersama anaknya yang masih kecil, Zaid bin Haritsah.
Saat sang suami menitipkan istri dan anaknya kepada rombongan kafilah yang akan berangkat bersama istrinya, dan kemudian pulang ke rumah dan melanjutkan pekerjaannya, perasaan sedih dan aneh tiba-tiba menyelinap di hatinya.
Perasaan-perasaan aneh itu mendorongnya untuk pergi bersama anak dan istrinya. Namun, dia tinggal jauh, dan kafilah pergi dari kampung itu.
Akibatnya, Haritsah sekarang harus rela melepas putra dan istrinya dalam perjalanan itu.
Ia melepaskan istri dan anaknya dengan air mata. Sampai istri dan anaknya lenyap dari pandangan, dia tetap diam dan terpaku di tempatnya sekian lama.
Seolah-olah dia tidak berada di tempatnya yang biasa, hati Haritsah terguncang. Perasaan membuatnya hanyut, seolah-olah ia ikut berangkat bersama kafilah.
Suda tinggal di kampung Bani Maan bersama kaum keluarganya sampai suatu hari gerombolan perampok Badui menyerbu desa. Kampung Bani Maan akhirnya hancur karena tidak dapat bertahan.
Perampok itu mengambil semua harta berharga dan mengangkut penduduk yang tertawan, termasuk Zaid bin Haritsah yang kecil, sebagai tawanan. Ibu Zaid kembali kepada suaminya sendiri, menangis.
Ketika Haritsah mengetahui kejadian tersebut, ia jatuh tidak sadarkan diri. Untuk menghibur hati, ia melantunkan syair sambil menuntun untanya, yang di ucapkan dari lubuk hati yang sedang tersiksa.
Rasulullah SAW telah mengangkat Zaid sebagai anak angkat, sehingga membuat dirinya dikenal di seluruh Mekkah dengan nama Zaid bin Muhammaad.
Suatu hari yang cerah, seruan wahyu yang pertama datang kepada Muhammad dalam surat Al Alaq ayat 1-5 dan kemudian menyusul datang dari wahyu kepada Rasul, Al Muddattsir ayat 1-3, dan surat Al Ma’idah ayat 67.
Tidak lama setelah Rasulullah SAW memikul tugas kerasulannya dengan turunnya wahyu itu, Zaid menjadi orang kedua yang masuk Islam, bahkan ada yang mengatakan sebagai orang yang pertama.
Rasul sangat sayang kepada Zaid. Kesayangan Nabi itu memang pantas dan wajar karena kejujuran yang tidak ada tandingannya, kebedaran jiwanya, kelembutan dan kesucian hatinya, serta terpelihara lidah dan tangannya.
Demikianlah contoh dan teladan yang diperlihatkan Rasul dalam mengukuhkan suatu prinsip, terlebih kepada sahabatnya. (*)