KORANMANDALA.COM – Gempa bumi yang mengguncang Maroko dengan kekuatan 6,8 skala Richter menggegerkan masyarakat dunia. Pasalnya, gempa bumi yang terjadi pada Jumat, 8 September 2023, malam, waktu setempat, ini menewaskan hingga 2.862 orang per laporan ter-update pada Senin, 11 September 2023.
Pemicu gempa bumi dahsyat yang disebut oleh Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) yaitu diakibatkan dangkalnya pusat gempa di Pegunungan Atlas Tinggi.
Di pegunungan itu pula terdapat sesar miring terbalik―yang kemudian aktif―setelah terjadinya tabrakan antara lempeng tektonik Afrika dan Eurasia dengan kedalaman 18,5 km.
Gempa bumi yang menewaskan ribuan orang di Maroko ini, kemudian mengingatkan bahaya yang sama dan diam-diam mengintai penduduk di wilayah Bandung Raya.
Sebab, wilayah Bandung Raya terdapat juga sebuah patahan (fault) aktif yang dinamai Sesar Lembang.
Sesar ini membentang sejauh kurang lebih 29 kilometer yang membentang dari Gunung Manglayang, Kabupaten Bandung, di bagian timur hingga Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), di bagian barat.
Namun, Sesar Lembang ini juga melintasi kawasan Bandung Utara sekitar 8 km dari pusat Kota Bandung, terletak di sebelah selatan Gunung Tangkuban Parahu dan merupakan ekspresi geomorfologi dari neotektonik di cekungan Bandung.
Berdasarkan jurnal BMKG yang berjudul “Aktivitas Sesar Lembang di Utara Cekungan Bandung” Sesar Lembang sendiri terbentuk pada zaman kuarter pleistoisen atau sekitar 500.000 tahun yang lalu.
Meski awalnya keberadaannya tak begitu dihiraukan, namun dari pemantauan yang awalnya telah dilakukan sejak tahun 1963 oleh BMKG, Sesar Lembang akhirnya dinyatakan aktif.
Sesar Lembang kini bisa dikatakan sebagai ‘monster yang tengah tertidur’. Jika monster itu tiba-tiba terbangun dan mengamuk, maka bisa berpotensi untuk meluluhlantakkan wilayah Bandung Raya, yang diyakini terbentuk dari bekas danau purba―hasil letusan Gunung Sunda―yang terbentang dari Cicalengka hingga Padalarang, serta dari Dago hingga ke perbatasan Soreang dan Ciwidey. Luasnya pun diperkirakan mencapai tiga kali lipat dari luas Provinsi DKI Jakarta.
Penyelidik Bumi Madya Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, Supartoyo pun membenarkan jika Sesar Lembang ini aktif dan bergerak sekaligus akan mengakibatkan efek gempa bumi dahsyat karena didukung dengan keberadaan danau purba itu sendiri.
“Kalau secara geologi Kota Bandung itu merupakan endapan tanah lunak. Justru ini yang bisa memperkuat guncangan gempa, bahkan bisa terjadi likuifaksi,” kata Supartoyo kepada Koran Mandala saat dijumpai di kantornya, Selasa, 12 September 2023.
Menurutnya, jika gempa bumi akibat Sesar Lembang terjadi, ada tiga ancaman bahaya susulan, yang meliputi bahaya guncangan, sasaran permukaan, dan likuifaksi (pelulukan tanah).
“Bahaya sasaran permukaan ini yang berpotensi merobek permukaan tanah. Sementara bahaya susulan bisa mengakibatkan likufaksi, di antaranya tanah longsor. Ini sempat terjadi saat tragedi gempa bumi di Cianjur beberapa waktu lalu,” kata dia.
Supartoyo menambahkan, sebetulnya bukan hanya Sesar Lembang yang patut diwaspadai. Sebab masih ada sesar-sesar aktif lainnya yang ada di kawasan Jawa Barat, seperti Sesar Cimandiri dan Sesar Garsela (Garut Selatan).
Oleh sebab itu, Supartoyo menyebut jika PVMBG terus mengingatkan potensi gempa bumi dahsyat ini dengan terus melakukan kewaspadaan.
Satu di antara hal yang menjadi konsentrasi PVMBG yaitu mendorong terbentuknya peraturan daerah (perda) yang spesifik untuk mitigasi bencana gempa bumi akibat Sesar Lembang di wilayah Bandung Raya ini. Sebab, perda tersebut belum juga ada hingga saat ini.
Catatan Koran Mandala, Pemerintah Provinsi Jawa Barat baru melakukan mitigasi kebencanaan dengan membuat Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pengendalian Kawasan Bandung Utara (KBU) sebagai Kawasan Strategis.
Peraturan ini mengatur jika jarak 250 meter kiri-kanan tidak diperbolehkan adanya pengembangan karena masuk dalam Zona L1 yang disebut sebagai zona konservasi dan lindung utama.
Selain itu mitigasi lainnya yaitu pemasangan rambu-rambu di zona kawasan Sesar Lembang sebagai pengingat potensi gempa bumi.
Potensi Kekuatan 6,4-7 Magnitudo
Padahal, gempa bumi akibat aktivitas Sesar Lembang pernah beberapa kali terjadi. Antara lain di Gunung Halu pada tahun 2005, Tanjungsari pada tahun 2010, Ujungberung dan Cisarua pada tahun 2011.
Dari beberapa peristiwa gempa itu, gempa di Cisarua yang tercatat merusak dengan kekuatan Magnitudo 3,3. Ratusan rumah warga di Kampung Muril, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB), mengalami rusak parah.
Kekuatan magnitudo 3,3 itu bukanlah potensi puncak aktivitas dari Sesar Lembang. Sesar Lembang yang memanjang sejauh 22-29 km mampu memicu gempa hingga mencapai kekuatan maksimal 6,8 skala Richter (SR) 14 dengan maksimum magnitudo gempa Sesar Lembang adalah Mw 6,4-7 dan berdampak pada sekeliling Kota Bandung (Rismawati, 2019: 25).
“Sesar Lembang, selain sebagai media rambat gelombang gempa bumi dari sesar-sesar aktif lainnya di Jawa Barat, dapat juga menjadi sumber gempa bumi itu sendiri,” tulis Rismawati dalam jurnal berjudul “LEMBANG FAULT: POTENTIAL DISASTER IN URBAN AREA OF BANDUNG BASIN (A LEGAL REVIEW).”
Pakar Gempa Bumi Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano membenarkan jika Sesar Lembang merupakan satu di antara banyaknya sesar yang berpotensi membahayakan di Indonesia jika bergerak sekaligus.
Namun potensi bahayanya seperti apa, berapa jumlah kerusakan yang ditimbulkan, hingga jumlah korban jiwa tak bisa diterka-terka.
Hanya saja ia meminta seluruh masyarakat untuk waspada dan menyadari akan adanya bahaya gempa bumi yang diakibatkan aktivitas Sesar Lembang ini.
Disinggung mengenai apakah potensinya mirip seperti gempa bumi di Maroko, Irwan Meilano menegaskan tidak. Sebab, antara potensi Sesar Lembang dan gempa bumi yang terjadi di Maroko sangat berbeda.
“Tidak bisa jika membandingkan gempa Maroko dengan potensi Sesar Lembang. Karena keduanya berbeda,” kata Irwan Meilano.
Menurutnya, gempa bumi yang terjadi di Maroko bukan dikarenakan sesar yang sangat aktif. Hal ini juga sempat terjadi di Indonesia, tepatnya saat terjadinya gempa bumi Cianjur.
“Saat gempa di Cianjur kami mengira, kan, akibat aktivitas Sesar Cimandiri. Ternyata bukan. Dan ini yang harus diwaspadai juga. Apalagi jika Sesar Lembang bergerak sekaligus, ini yang tidak kami harapkan,” kata dia.
18 Kecamatan di Kota Bandung Masuk Zona Bahaya
Kepala Seksi Mitigasi Bencana Diskar PB Kota Bandung, Amires Pahala menyebut tak pernah berhenti memberikan sosialisasi dan pemahaman terkait bencana yang bisa ditimbulkan akibat aktivitas Sesar Lembang.
Sayangnya, kata dia, masyarakat masih dinilai cukup acuh tentang potensi bahaya dari aktivitas Sesar Lembang ini. Padahal, pengetahuan mitigasi kebencanaan wajib diketahui dan menjadi investasi jangka panjang.
“Bencana itu tidak akan diketahui kapan terjadinya. Tapi banyak masyarakat yang tidak peduli tentang bahaya yang mengancam. Ini yang sangat disayangkan,” ujarnya.
Menurutnya, Kota Bandung memiliki banyak gang sempit di permukiman yang padat penduduk. Kondisi ini jelas menjadi fokus utama Diskar PB untuk sosialisasi mitigasi kebencanaan.
Pasalnya, jika saat terjadi bencana semisal gempa bumi, maka akan terjadi kepanikan secara massal. Gang-gang sempit ini akan dijadikan jalur penyelamatan diri ke tempat yang lebih terbuka dan aman.
Tanpa pengetahuan mitigasi, gang sempit justru akan menjadi simpul masalah. Sebab, dipastikan akan terjadi penumpukan orang saat melarikan diri yang bisa menambah panik dan berpotensi saling dorong dan saling menginjak-injak.
“Sebetulnya, gempa bumi tidak membunuh. Yang membunuh itu efek dari gempa bumi tersebut, misal bangunan rubuh, kepanikan di jalur-jalur penyelamatan. Maka dari itu, pengetahuan soal mitigasi jangan dipandang sebelah mata,” ucapnya.
Amires Pahala juga menyebut telah membuat peta risiko kebencanaan di Kota Bandung. Dari 30 kecamatan yang ada, 18 kecamatan di antaranya masuk dalam zona bahaya jika Sesar Lembang bergerak.
“Nah, meski masyarakat masih acuh, kami tidak akan berhenti untuk terus melakukan sosialisasi pengetahuan mitigasi kebencanaan,” kata dia yang enggan merinci kecamatan mana saja masuk zona bahaya karena dikhawatirkan akan semakin membuat panik masyarakat.(*)
Laporan Tim Koran Mandala: Ipan Sopian, Wisnu Saputra, Reza Denny