Koran Mandala -Selama ini, rakyat Indonesia merasa hidup dalam suasana aman dan damai. Tidak ada ancaman nyata yang dirasakan terhadap kedaulatan bangsa. Pemerintah pun seolah meninabobokan publik dengan doktrin politik luar negeri bebas aktif dan non-blok, seolah semua negara adalah sahabat, dan Indonesia tak dianggap sebagai ancaman oleh siapa pun.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda. Australia, yang secara geografis berbatasan langsung dengan Indonesia, justru menunjukkan sikap paranoid yang tinggi terhadap Indonesia. Negeri Kanguru itu bahkan membentuk dua aliansi militer besar dengan negara-negara lain demi memperkuat posisinya di kawasan Indo-Pasifik—dan secara tidak langsung, mengelilingi Indonesia.

Peringatan Prabowo dan Ancaman Eksistensi Indonesia di Tengah Perubahan Geopolitik Global

Pertama, FPDA (Five Power Defence Arrangements)
FPDA merupakan perjanjian pertahanan yang dibentuk tahun 1971 oleh lima negara: Australia, Malaysia, Singapura, Selandia Baru, dan Britania Raya. Tujuan utamanya adalah memberikan respons militer bersama jika Malaysia atau Singapura diserang dari luar.

Yang menarik, dalam catatan sejarah pembentukannya, salah satu alasan utama dibentuknya FPDA adalah kekhawatiran negara-negara tersebut terhadap Indonesia, terutama setelah konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1960-an. Meski bersifat tidak mengikat, perjanjian ini secara rutin menggelar latihan militer gabungan, seperti Bersama Gold 2021, untuk menunjukkan kekuatan dan soliditas aliansi tersebut.

FPDA juga menegaskan hubungan pertahanan bilateral antaranggota, seluruhnya bekas koloni Inggris, dengan Inggris masih memegang peran penting sebagai pemayung kekuatan.

Kedua, AUKUS
Sikap paranoid Australia terhadap Indonesia semakin terang ketika pada 15 September 2021, dibentuk AUKUS, pakta keamanan trilateral antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. Pakta ini, secara resmi, dibentuk untuk memperkuat keamanan kawasan Indo-Pasifik yang dianggap terancam oleh ekspansi Tiongkok.

Namun jika dilihat secara geografis, Australia tidak berbatasan langsung dengan Tiongkok—berbeda dengan Indonesia. Banyak pengamat menilai, di balik narasi menghadang pengaruh Tiongkok, AUKUS juga merupakan bentuk persiapan Australia dalam menghadapi kemungkinan perubahan dinamika kekuatan di Asia Tenggara, termasuk bangkitnya Indonesia.

AUKUS berfokus pada dua pilar utama:

Pilar 1: Transfer teknologi kapal selam bertenaga nuklir kepada Australia.

Pilar 2: Pengembangan teknologi militer bersama, mencakup kecerdasan buatan, teknologi kuantum, cyber, hingga senjata hipersonik.

Rencananya, kapal selam generasi baru SSN-AUKUS akan mulai dioperasikan oleh Australia pada akhir 2030-an. Desainnya berasal dari Inggris, namun mengusung teknologi mutakhir Amerika Serikat.

Siapa Ancaman Sebenarnya?
Meski diplomasi Indonesia masih terus mengedepankan netralitas dan kerja sama damai, sikap paranoid Australia melalui pembentukan FPDA dan AUKUS mengisyaratkan bahwa Indonesia tetap dianggap sebagai kekuatan strategis yang perlu diwaspadai.

Situasi ini menjadi pengingat bahwa dalam politik global, persepsi bisa lebih menentukan daripada fakta. Dan saat negara tetangga membentuk pagar pertahanan di sekeliling kita, mungkin sudah saatnya Indonesia mengkaji ulang posisi dan langkah strategisnya di kawasan.




Penulis
Leave A Reply

Exit mobile version